28/11/2009

Jika Saja Kau Sabar Menunggu

Jika Saja Kau Sabar Menunggu
Oleh: Chacha (saya)
Pairing: Tebak!
Fandom: Harry Potter

A/N : Just read.
Disclaimer: All of them was JKR's except the plot.

Kau terduduk lemas di antara keramaian malam itu. Ruang rekreasi Gryffindor, penuh dengan Butterbeer yang dipesan dari the Three Broomsticks, Bertie Bott’s Kacang Segala Rasa yang wajib ada, sebotol Wiski Api Ogden yang Dean sembunyikan diam-diam, teriakan-teriakan membahana, tawa dan tangis yang bercampur sekaligus, semua yang masuk ke dalam daftar barang-barang yang harus ada sebelum mereka berpisah.

Ya, berpisah. Kau telah menceklis satu per satu barang yang ada di daftar itu. Tawa, air mata, alamat rumah teman-teman Gryffindormu, pelukan, ciuman persahabatan, tukar kado, berbagi rahasia, pertanyaan-pertanyaan memalukan sekalipun, semuanya. Semuanya tak perlu lagi kau khawatirkan mulai dari sekarang, bagaimanapun kau telah mendapatkan keperluanmu jika kau ingin mengontak sahabat-sahabatmu setelah perpisahan besok pagi.

“… Bahkan aku tak yakin Malfoy tak akan sedih meninggalkan Hogwarts!” Lalu suara itu tertawa dan melanjutkan pembicaraanya lagi. Hanya kata-kata itu yang dapat kau tangkap di tengah kegaduhan Ruang Rekreasi. Kau bahkan tak tahu siapa yang mengatakannya.

Lalu kau ingat satu hal yang tidak seharusnya kau ingat. Ya, Malfoy.

Di lain sisi, kau telah terbiasa dengan teriakan-teriakan kotornya setiap hari, tatapannya yang mencemooh yang selalu kau lihat di koridor, atau senyum liciknya yang tak pernah hilang dari bibirnya, tawanya bersama anak-anak Slytherin yang kau dengar setiap pagi, ejekan-ejekannya yang tak berperasaan setiap kau bertemu di ambang pintu Aula, cibirannya ketika kau mengacungkan tanganmu di udara di setiap kelas, dan hal-hal hina lain yang tak sepantasnya kau ingat sekarang.

Seketika kau ingat bahwa tak akan lagi bertemu dengannya, mendengar teriakan-teriakan kotornya setiap hari, melihat tatapannya yang mencemooh yang selalu kau lihat di koridor, atau senyum liciknya yang tak pernah hilang dari bibirnya, mendengar tawanya bersama anak-anak Slytherin setiap pagi, ejekan-ejekannya yang tak berperasaan setiap kau bertemu di ambang pintu Aula, atau cibirannya ketika kau mengacungkan tanganmu di udara di setiap kelas.

Kau senang. Hidupmu tak akan terganggu lagi. Hidupmu akan sepenuhnya tenang, tanpa seorang Malfoy yang mengejekmu. Kau senang. Kau bahagia.

Atau, mungkin juga tidak?

Hermione, kau tak bisa membohongi hati kecilmu. Boleh jadi sekarang bibir kecilmu menyunggingkan segaris senyum kemenangan. Boleh jadi sekarang otakmu tengah berpikir betapa senangnya nanti jika Malfoy tak ada di sekitarmu, dan lalu membuang seluruh berkas tentang Draco Malfoy yang ada di dalam sana. Boleh jadi hatimu berbunga kali ini.

Tapi hati kecilmu? Teliti lebih lama lagi, susuri setiap inci jejak-jejak kecil pembuluh darahmu, dan ketika kau sampai di sana, yang kau rasa hanya sebongkah perasaan yang amat mendalam.

Kau tak akan melihatnya lagi, Hermione. Kau tak akan berjumpa lagi dengan Draco Malfoy.

Sekarang kau tahu apa rasanya? Bukan, bukan rasa senang yang tadi kau rasakan di dalam hatimu. Bukan pula rasa bahagia yang kau lukiskan lewat senyum di bibirmu. Simpan semua itu, karena kini kau tahu rasa itu.

Kau berdiri dari dudukmu, seraya berjalan menghindari kegaduhan ruang rekreasi. Setelah beberapa detik, kau bahkan telah sampai di depan pintu ruang asramamu, di depan lukisan Wanita Gemuk. Ia bertanya keheranan mengapa kau terengah-engah seperti itu, tapi kau tak ada waktu untuk melayaninya. Kau terlalu sibuk berpikir, kau terlalu sibuk merasakan apa yang tengah dirasakan hati kecilmu. Lelah? Salahkan saja dirimu sendiri. Mengapa tadi kau susuri rasa di dalam hati kecilmu?

Kau berlari melewati koridor-koridor yang gelap. Beberapa detik lalu masih terdengar suara lukisan Wanita Gemuk meneriaki namamu, menyuruhmu agar kembali karena ini sudah larut malam. Kau tak mau kembali. Yang harus kau lakukan sekarang adalah lari dan lari.

Kau tak tahu harus kemana, tapi ada seseorang dalam hatimu yang menuntunmu perlahan-lahan. Ke tempat yang lebih terang daripada koridor ini. Tempat yang lebih tenang. Kau tahu dimana, dan kau terus berlari. Hingga kini, tempat yang kau tuju adalah nyata.

Kau berhenti berlari dan mencoba mengatur napasmu yang tersengal. Kau berjalan perlahan, menyusuri turunan bukit. Kau berhenti ketika beberapa meter darimu terdapat sebuah danau hitam yang luas. Kau berhenti ketika kau menyadari bahwa kau benar, inilah tempat yang kau cari. Kau berhenti ketika kau menyadari bahwa sesosok bayangan tengah duduk di samping danau, memeluk kakinya yang terlipat.

Kini kau berjalan perlahan menuju sosok itu. Perlahan, karena kau tak mau ia terganggu dan pergi. Lalu kau duduk jauh di sebelahnya. Kau takut jika ia akan memandangmu dengan rasa benci jika kau duduk tepat di sebelahnya.

Kau melipat kakimu dan memeluknya kedinginan, lalu melirik ke sebelah kirimu. Kau terhanyut, Hermione. Bahkan kau sama sekali tak sadar bahwa yang menerangi wajahnya malam ini adalah bulan purnama. Kau tak sadar, ‘kan, kalau sosok itu pun sedang melirikmu?

“Terpesona, Granger?” ujar sosok itu tiba-tiba.

Kau tersentak kaget, lalu memalingkan wajahmu ke dasar danau. Pipimu memerah dan kau akan mengutuk dirimu sendiri jika ia sampai mengetahui bahwa pipimu merah. Sosok itu tertawa mengejek.

Entah berapa jam kau berada di sana. Memandangi pantulan wajahnya di atas riak air danau yang tenang, jauh di sana. Kau tak berani memandang sosok aslinya. Kalian berada di sana dalam diam. Diam yang nyaman. Kau tak pernah merasa sehangat ini di antara angin malam yang menusuk tulang rusukmu. Kau tak tega melontarkan sepatah kata, karena itu akan merusak kehangatanmu.

Kau ingin terus berada di sini, sekarang. Tapi di sisi lain, kau tahu jika kau tetap berada di sini, maka perasaanmu lama-kelamaan akan menyakitimu dan membunuhmu pelan-pelan, karena kau tahu kau tak akan bertemu lagi dengan besok, lusa, minggu depan, bulan depan, bahkan mungkin selamanya?

Maka kau biarkan dua butir air matamu menetes, dan mengalir hangat di pipimu. Seolah menguatkan hatimu untuk pergi dari tempat ini.

Kau mengikuti kata hatimu. Kau berdiri dari dudukmu untuk kedua kalinya. Bukan berdiri untuk menemui, tapi berdiri untuk meninggalkan. Kau berbalik, lalu berjalan perlahan. Suara gesekan daun yang kau injak seolah menarikmu agar jangan pergi. Tapi kau tahu, kau harus pergi.

Kau menoleh ke belakang, memandangnya untuk terakhir kali. Memandang sosoknya yang familiar, memandang rambut peraknya yang tertiup angin, memandang kulitnya yang pucat. Lalu kau ingin mengucapkan selamat tinggal, namun kata-kata itu tercengkat di tenggorokanmu. Ingat Hermione, ia tetap musuhmu.

Setelah kau meninggalkannya cukup jauh, kau bahkan sempat berharap ia akan mengucapkan selamat tinggal. Harapan bodoh! Dan kau menertawakan dirimu sendiri. Lalu berlari kencang menuju tempatmu semula.

Di sebuah tempat yang tenang, dimana terdapat sebuah danau hitam yang luas yang kini diterangi bulan purnama, dimana beberapa menit yang lalu seorang gadis Gryffindor duduk di pinggirnya, seorang pemuda Slytherin yang masih duduk diam di pinggir danau memaki dirinya sendiri karena terlambat mengatakan tiga buah kata yang seharusnya memang tak ia katakan.

Hermione, jika saja kau tinggal lebih lama, besok bukanlah perpisahan untukmu dan pemuda Slytherin itu karena kau akan tahu bahwa ia mencintaimu. Itu jika kau lebih sabar menunggu.

A/N: Review!

No comments: